Selasa, 07 September 2010

Marine Phosphate (MP)

MP is a natural phosphate fertiliser originated from Marine Phosphate Ore. MP is a product of the decomposition of: accumulated sea birds droppings, carcasses, shells, animal bones,

fish and seaweed.
The Citric Soluble part of MP will be available for the plants uptake after applying to the soil.
The rest of P is slowly released and this function is vital to ensure maximum yield. The constant slow release of P in MP cannot be found in any chemically treated Phosphate such as Super Phosphate or Triple Superphosphate. This is why using MP results in more harvest and less nitrogen requirement.

Rabu, 07 Juli 2010

Efektivitas Pupuk PK dan Frekuensi Pemberian Pupuk K dalam Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi

Unsur K sangat penting dalam pembentukan polong dan pengisian biji kacang tanah disamping sangat penting dalam proses metabolisme dalam tanaman. Kadar ion Ca dalam tanah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak efektifnya pemupukan PK sehingga produksi kacang tanah tidak dapat mencapai optimal. Untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P dan K di lahan kering Alfisol pada tanaman kacang tanah telah dilakukan penelitian di lahan kering Alfisol, Malang Jawa Timur pada MT 2002 dan MT 2003. Rancangan acak kelompok faktorial, tiga ulangan digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan percobaan MT 2002 adalah kombinasi dua jenis pupuk N (Urea dan ZA), tiga dosis pupuk P (0, 50 dan 100 kg SP36/ha) dan tiga frekuensi pemberian pupuk K (diberikan 1x; 2x dan 3x). Perlakuan percobaan MT 2003 adalah kombinasi dua jenis pupuk N (Urea dan ZA), tiga dosis pupuk K (50, 100 dan 150 kg KCl/ha) dan 3 frekuensi pemberian pupuk K seperti pada percobaan MT 2002. Percobaan menggunakan kacang tanah varietas Kelinci yang ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm dua biji per lubang pada petak perlakuan 4 m x 6 m. Percobaan MT 2002 dan MT 2003 dilaksanakan pada lokasi yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk ZA dapat meningkatkan serapan hara P, K dan S serta meningkatkan hasil polong kering sekitar 51 % dibandingkan dengan yang dipupuk Urea. Pemupukan P kurang efektif dalam meningkatkan hasil kacang tanah. Pemupukan 50 kg SP36/ha hanya dapat meningkatkan hasil polong kering sekitar 10 % daripada yang tanpa pupuk P, dan bila dosisnya ditingkatkan menjadi 100 kg SP36/ha justru menurunkan hasil. Pemupukan 50 kg SP36/ha hanya mampu meningkatkan kadar P dalam tanaman sekitar 15 % dan tidak meningkatkan serapan hara yang lain. Bila dosisnya ditingkatkan menjadi 100 kg SP36/ha, kadar P dalam tanaman meningkat sekitar 7 % daripada yang dipupuk 50 kg SP36/ha. Pemupukan 100 kg KCl/ha meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kgKCl/ha. Pemberian pupuk KCl satu kali pada saat tanam lebih efektif dan lebih efisien daripada diberikan dua kali, pada saat tanam dan umur satu bulan dalam meningkatkan hasil kacang tanah, dan bila diberikan tiga kali, justru menurunkan hasil. Pemupukan 100 kg KCl/ha dapat meningkatkan kadar K dan P dalam tanaman, masing-masing sekitar 21 dan 15 % bila diberikan bersama 50 kg SP 36/ha, atau masing-masing meningkat 28 % dan 23 % bila diberikan bersama 100 kg SP36/ha, semua itu bila dibandingkan dengan yang tidak disertai pupuk P.
Sumber: Anwar Ispandi dan Abdul Munip

Penentuan Kebutuhan Pupuk P Untuk Tanaman Kedelai, K. Tanah dan K. Hijau Berdasarkan Uji Tanah

Ketersediaan P pada tanah masam umumnya rendah sehingga diperlukan pemupukan P. Pemupukan P yang didasarkan pada status kandungan P dalam tanah dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan. Kebutuhan pupuk dapat diketahui melalui kalibrasi uji tanah. Kalibrasi uji tanah merupakan percobaan tentang tanggap tanaman terhadap pemupukan pada status hara tanah tertentu. Tingkat ketersediaan hara dalam tanah dinyatakan dalam tingkat rendah, sedang, dan tinggi, atau dalam suatu kisaran kandungan hara tertentu. Uji kalibrasi juga dapat dilakukan pada lokasi dengan status hara tanah bervariasi dari rendah sampai tinggi. Kandungan hara P dalam tanah dengan Bray I di lahan kering masam Ultisol termasuk pada kategori rendah untuk tanaman kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau masing-masing adalah <5 ppm P2O5, <9 ppm P2O5, dan <7 ppm P2O5. Metode Bray I dan Bray II adalah metode yang baik untuk menduga tingkat ketersediaan P untuk kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau pada tanah Ultisol.

Kata kunci : P tersedia, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, Ultisol
Sumber: Andy Wijanarko

Peta & Potensi Fosfat Indonesia

Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan kandungan P2O5.

Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit.

DOLOMITE - 2

Dolomit termasuk rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO. Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis meliputi CaCO3.MgCO3, CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu. Dolomit di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batu gamping, kwarsa, rijang, pirit dan lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga pengotor, terutama ion besi.

ENDAPAN FOSFAT DI DAERAH MADURA

Oleh :
A. Fatah Yusuf

Sub Dit. Eksplorasi Mineral Industri dan Batuan


S A R I

Tulisan makalah ini berupa rangkuman dari hasil penyelidikan endapan fosfat di daerah Madura yang dilakukan oleh Sub Direktorat Eksplorasi Mineral Industri dan Batuan, berlangsung dari tahun 1994 sampai dengan tahun 1999, meliputi Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

Kisaran kadar P2O5 di daerah, Sampang 2,28 - 37,09 %, Pamekasan 5,61 - 37,79 %, Sumenep 6,20 % - 44,23 %, dengan jumlah sumberdaya fosfat di daerah Kabupaten, Sampang sekitar 5.000.000 m3, Pamekasan sekitar 23.400 m3, dan di Sumenep sekitar 827.500 m3 .

Tabel Komoditi Mineral Non Logam

Tabel Komoditi Mineral Non Logam
KodeNama KomoditiNama Komoditi (English)keterangan
agtAgat/akikAgateBatumulia dan batuhias
AnAndesitAndesiteMineral Bahan Bangunan
AsbAsbesAsbesMineral Non Logam Industri
BaBaritBariteMineral Non Logam Industri
BsBasaltBasaltMineral Bahan Bangunan
PuBatu ApungPumiceMineral Bahan Bangunan
BbBatuan Beku LainnyaUltrabasaMineral Bahan Bangunan
NaBatuan Kalium NatriumNatriumMineral Keramik
LsBatugampingLimestoneMineral Non Logam Industri
ornBatuhiasOrnamental StonesBatumulia dan batuhias
SlBatusabakSlateBatumulia dan batuhias
SBelerangSulphurMineral Non Logam Industri
BtnBentonitBentoniteMineral Non Logam Industri
BoBond Clay / Ball ClayBond Clay / Ball ClayMineral Keramik
DaDasitDacite
DtDiatomeaDiatomeaMineral Non Logam Industri
DioDioritDioriteMineral Bahan Bangunan
DoDolomitDolomiteMineral Non Logam Industri
FlFelsparFeldsparMineral Keramik
PFosfatPhosphateMineral Non Logam Industri
GbGabroGabroBatumulia dan batuhias
garGarnetGarnetBatumulia dan batuhias
GrGranitGraniteMineral Bahan Bangunan
GranoGranodioritGranodioriteBatumulia dan batuhias
GyGypsumGypsumMineral Non Logam Industri
diIntanDiamondBatumulia dan batuhias
jadJade/GiokJadeBatumulia dan batuhias
jaJasperJasperBatumulia dan batuhias
chaKalsedon/ kecubung/ ametisChalcedonyBatumulia dan batuhias
CaKalsitCalciteMineral Non Logam Industri
KaKaolinKaolinMineral Keramik
silKayu TerkersikanSilicified WoodBatumulia dan batuhias
ckrKrisoprasChrysopraseBatumulia dan batuhias
QKristal KuarsaQuarz SandBatumulia dan batuhias
QzKuarsitKuarsitMineral Keramik
ClyLempungClayMineral Keramik
MgsMagnesitMagnesiteMineral Keramik
MaMarmerMarbleMineral Bahan Bangunan
MiMikaMikaMineral Non Logam Industri
ObObsidianObsidianMineral Bahan Bangunan
Och / yaOcher / YarositeOcher / YarositeMineral Non Logam Industri
OnOnikOnyxMineral Bahan Bangunan
opOpalOpalBatumulia dan batuhias
SiPasir Kuarsa SilikaMineral Keramik
PePerlitPerliteMineral Keramik
PphPirofilitPyrophillyteMineral Keramik
chrijangChertBatumulia dan batuhias
serSerpentinSerpentinBatumulia dan batuhias
GraSirtuGravel, SandMineral Bahan Bangunan
TlTalkTalcMineral Non Logam Industri
toptopastopazBatumulia dan batuhias
ToTosekiTosekiMineral Keramik
TrTrakhitTrakhiteMineral Keramik
TraTrasTrassMineral Bahan Bangunan
TrvTravertinTravertinBatumulia dan batuhias
ubUltrabasaUltrabasaBatumulia dan batuhias
IYodiumIodineMineral Non Logam Industri
ZeZeolitZeoliteMineral Non Logam Industri
zrZirkonzirconBatumulia dan batuhias
Sumber:
www.dim.esdm.go.id/makalah/Presentasi_Singkil(Zulfikar).pdf

Reza, Kelompok Kerja Mineral,PMG

Selasa, 06 Juli 2010

BUDI DAYA PORANG (ILES-ILES) - (Amorphophallus Onchophyllus)

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam yang berupa kayu saja, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Kegiatan budidaya tersebut diperkirakan akan dapat membawa keuntungan baik dari segi ekonomis maupun dari segi ekologis, dimana kesuburan tanah akan tetap dapat dipertahankan tanpa mengubah fungsi pokoknya.
Perum Perhutani sebagai pemegang mandat dalam pengelolaan hutan di Pulau Jawa berupaya secara terus menerus untuk mensukseskan pelaksanaan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) guna menumbuhkembangkan rasa memiliki segenap masyarakat terhadap fungsi dan manfaat Sumber Daya Hutan secara optimal dan proporsional melalui pembagian peran, tanggung jawab serta hasil produksi guna menjamin kelangsungan fungsi dan manfaat Sumber daya Hutan itu sendiri.
Banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan oleh Perhutani maupun masyarakat di sekitar hutan dalam rangka kegiataan pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman pokok kehutanan yang biasanya berupa tanaman tumpangsari, antara lain dengan menanam padi, jagung, jeruk, pepaya, nanas, cabai, temu pepet, blimbing, semangka, vanili, maupun porang. Untuk kali ini yang akan kita kaji lebih dalam lagi adalah tentang budidaya porang.